Mahasiswa dan kampus merupakan satu kesatuan sistem yang penting dalam perubahan sosial dan peri-kepemimpinan ditengah masyarakat. Mahasiswa memiliki idealisme tinggi terhadap ide yang diyakini dan memiliki kecenderungan terhadap perubahan keadaan masyarakat ke arah yang dicita-citakannya. Dalam pandangannya, masyarakat yang stagnan sama artinya dengan kemunduran. Dianggap tidaklah sesuai dengan dorongan jiwa mudanya yang penuh gejolak idealisme. Tapi kadang ia hanya sekedar menginginkan perubahan saja tanpa berpikir perubahan yang dikehendaki itu menghantarkan kepada keadaan yang lebih baik atau tidak. Pokoknya yang penting berubah. Ketidakmampuan mendefinisikan jenis perubahan yang dikehendaki sering membawanya kepada suasana gelora tanpa kendali. Karakter inilah yang ada dalam mayoritas generasi mahasiswa era transisi orde lama-orde baru dan orde baru-orde reformasi.


Oleh karena itu, kampus dengan mahasiswanya memiliki posisi yang amat strategis bagi perubahan masyarakat dimasa kini dan mendatang, terutama dimata kaum yang berkepentingan memperjuangkan suatu ideologi. Mereka sama-sama melihat, di dalam kampus didapatkan calon kader atau tunas muda yang bisa dibina untuk menjadi pengikut dan pejuang setianya. Kampus ibarat tanah, lahan paling subur untuk menyebarkan ideologi. Sehingga kelak suatu saat ia akan memanen hasilnya berupa kader-kader yang tangguh. Dan kampus, sebagai lahan pertanian tadi, terbuka untuk segala macam benih yang saling bertentangan sifat hidupnya sekalipun. Sehingga, tak heran jika dalam kampus dapat ditemui banyak kelompok atau organisasi mahasiwa yang mengemban misi dan ideologi masing-masing. Banyak pula ditemukan mahasiswa dengan berbagai kepribadian.

Memiliki kepribadian Islam, berarti seseorang mempunyai pola pikir (aqliyah) yang Islami dan pola jiwa/sikap (nafsiyah) yang Islami. Ia mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap kondisi umat yang kini dikuasai ideologi kapitalisme yang kufur, harus membuatnya terhentak dan tersadar dengan keadaran yang penuh dan menyeluruh untuk turut serta dalam proses perubahan menuju kondisi yang Islami. Secara konkret, muslim yang peduli dengan keadaan umat itu akan mengindentifikasikan dirinya sebagai seorang pengemban dakwah (hamilud dakwah), sebab metode Islam untuk mengubah kondisi tak Islami menjadi Islami tak lain adalah dengan jalan mengemban dakwah Islamiyah (hamlud dakwah al islamiyah).

Dakwah adalah juga sebaik-baik perbuatan (perkataan) yang layak dilakukan oleh kaum muslimin. Allah berfirman:

“Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu (Islam) dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.”(QS An Nahl: 125)

“Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal shaleh dan berkata: sesungguhnya aku termasuk golongan kaum muslimin.” (QS Fushshilat: 33)

“Barangsiapa bangun pagi hari dan hanya memperhatikan masalah dunianya, maka orang tersebut tidak berguna apa-apa di sisi Allah. Barangsiapa tidak pernah memperhatikan urusan kaum muslimin yang lain, maka mereka tidak termasuk golonganku.” (HR. Thabrani dari Abu Dzar Al Ghiffari).

Dari sinilah seharusnya seorang mahasiswa muslim menetapkan indikator-indikator kesuksesannya, sebab dia bukan sekedar beridentitas mahasiswa, yang dituntut untuk berprestasi tinggi akademiknya, tetapi juga seorang muslim. Identitas keislaman ini tentu tak boleh dia tanggalkan dalam segala kiprahnya di dunia, termasuk kiprahnya dalam menuntut ilmu di perguruan tinggi.

Namun sayang, banyak alumni kampus alias mantan mahasiswa kehilangan idealismenya lantaran tuntutan mencari pekerjaaan selepas tamat kuliah. Ketika dikampus ia bisa saja dikenal sebagai tokoh mahasiswa, namun saat masuk dunia kerja/masyarakat bisa jadi ia malah memilih hidup untuk terlepas dari tanggung jawab keislamannya. Seperti berdakwah. Hal ini bisa disebabkan karena buruknya pemahaman Islam ideologisnya. Atau parahnya lagi, semangat dakwah kampus yang pernah ia serukan hanya terjadi karena pengaruh system dakwah di kampusnya yang sudah berjalan bagus. Bukan karena bergerak dari nol.

Meskipun demikian jangan pula disalah artikan bahwa dunia kerja menjadi penghalang dunia dakwah. Karena dakwah dan kerja merupakan kewajiban yang berbeda.

“Bangunlah pagi hari untuk mencari rizki serta kebutuhan-kebutuhanmu. Sesungguhnya pada pagi hari terdapat barokah dan keberuntungan” (HR Thabrani dan al-Bazzar)

Adalah fitrah bagi manusia jika senang atas kekayaan. Sehingga tidak sedikit yang malah terbuai dengan karena harta.

Oleh sebab itu, mari sebagai mahasiswa. Kaum intelektual generasi muda muslim untuk senantiasa konsisten menjaga idealisme dakwah. Tidak hanya ketika masih bergelar aktivis dakwah kampus. Tapi juga sampai terjun ke masyarakat. Dimana kondisi dakwahnya penuh tantangan dibanding dikampus. Semoga Allah memberikan keistiqomahan pada semua. Amin.