Para pejuang syari’ah dan khilafah saat ini berbesar hati lantaran aroma wangi Islam sudah merasuk kemana-mana.

Aroma wangi itu masuk kepesantren-pesantren, kampus-kampus, kantor-kantor, pertokoan, trotoar hingga gubuk kecil yang berada ditengah sawah. Aroma wangi itu semakin semerbak dan menjadi suatu kebutuhan lantaran angin yang dibawa iklim demokrasi selalu meniupkan bau yang tidak sedap. Dari waktu ke waktu, hari berganti, cuaca berubah namun iklim demokrasi yang oleh beberapa orang diharapkan membawa kesejukan semakin jauh panggang dari api. Demokrasi membawa kesejahteraan is absolutely no! demokrasi lebih dekat dengan nafsu angkara, tidak ada yang dibawanya kecuali penderitaan, penderitaan dan penderitaan.
Teriakan ringkih masyarakat, kami lapar, harga-harga naik, pendidikan naik, kesehatan naik, penguasa justru menjawabnya dengan kenaikan pajak! Wakil-wakil rakyat yang konon katanya penyambung lidah rakyat dan selalu berbicara atas nama rakyat menjawab tangisan rakyat dengan perkelahian sesama mereka setelah bosan berkelahi mereka tertawa-tawa sambil berkata “yang kita lakukan ini belum seberapa teman, liat parlemen China atau Korea yang kalau tidak puas saat sidang mereka sampai melempar-lempar kursi!” Begitulah kelakuan para wakil rakyat yang diangkat dan digaji oleh rakyat.